Sunday, July 6, 2014

Bir Pletok

Tidak seperti pagi biasanya, kali ini Haris berdandan sangat rapi. Kemeja lengan panjang dan celana bahan serta rambut yang diminyaki membuat penampilannya seperti orang kantoran kebanyakan. Haris yang tamatan universitas buram di Jakarta ini berniat untuk mencari kerja di gedung-gedung kantoran megah yang tersebar apik di daerah Sudirman, Thamrin, dan Kuningan. Tekadnya sudah bulat, ia harus bekerja kantoran biarpun jadi babu waktu yang selalu diburu.

Keluarga Haris memang bukan keluarga yang bisa dibilang kaya, bahkan untuk mencapai kata cukup saja terkadang sulit. Ayahnya Haris, Haji Usin cuman tamatan HIS (Hollandsch Inlandsch School) bahkan ibunya Mpok Maryam tidak makan bangku sekolahan. Nafkah harian Haji Usin datang dari usahanya jualan Bir Pletok dengan dibantu Mpok Maryam yang rajin bangun pagi jadi tukang cuci. Bir Pletok yang merupakan minuman khas betawi sudah hampir mendekati kepunahan, sama seperti orangutan yang masuk kedalam daftar CR (Critically Endangered) di IUCN. Seharusnya ada juga lembaga nasional atau internasional yang membuat daftar budaya atau ciri khas daerah yang hampir punah, sehingga bisa dipikirkan cara konservasi yang terbaik.

Kehidupan Jakarta sekarang ini memang sudah beda, Haji Usin dulu sempat jaya dengan Bir Pletoknya. Bahkan Haji Usin sangat terpandang sebagai orang asli Betawi yang pertama kali bisa naik haji tanpa jual tanah. Tetapi selang beberapa tahun terakhir datang serbuan dari restoran ataupun produsen-produsen eropa yang membawa minuman bersoda atau bahkan bir betulan yang membuat Bir Pletok semakin tersingkirkan. Haris yang merupakan anak muda masa kini, memang tidak termasuk golongan alay tetapi mungkin termasuk kaum lebay.

Gara-gara senyum manis dari gadis bernama Janice yang asli dari Ciamis, membuat Haris hampir gila. Janice hanya mau menyambut cinta pria yang kerja di gedung besar full AC. Tadinya waktu masih SMA, Haris bertekad untuk meneruskan usaha Haji Usin ayahnya. Haris bertekad untuk menyelamatkan Bir Pletok dari ancaman kepunahan. Bahkan ia rela tidak kuliah demi bisa menekuni minuman Betawi asli yang semakin redup. Apa lacur, tamat SMA Haris jatuh cinta pada Rosa anak pedagang kaya asal Jepara. Rosa hanya ingin pria yang kuliah punya gelar Sarjana. Alhasil setelah merengek dan hutang sini sana jadilah Haris sarjana dari Universitas buram di Jakarta. Namun sayang Rosa keburu jadi istri Pak Hamka dari Surabaya. Haris sempat membulatkan tekadnya kembali untuk menjadi sekuriti budaya Betawi. Sampai tiba-tiba Haris berkenalan dengan Janice di Kramat Jati. Racikan Bir Pletok Haji Usin yang nikmat dan mantab ini ditakutkan punah.

Haji Usin pernah memberikan catatan resepnya kepada Haris. Tertulis di selembar kertas: kayu secang, jahe merah, kapulaga, lada hitam, cabe jawa, daun pandan, kayu manis, sereh, daun jeruk purut, cengkeh, dan gula pasir. Haji Usin mengatakan kepada Haris bahwa resep rahasianya adalah tambahan gula aren yang membuat Bir Pletok semakin nikmat. Sayang mungkin hal ini sudah dilupakan Haris dan mungkin catatan itu sudah menjadi debu. Jadilah Haris berangkat mencari kerja, dengan modal ijazah dan belasan lembar surat lamaran lengkap dengan foto 3×4 dan CV sebagai senjata.

Segera dia pamitan kepada orang tuanya. Tiba ia di Sudirman, daerah yang menjanjikan gengsi tinggi tetapi belum tentu tinggi digaji. Tiap gedung yang dimasuki tiap itu pula ia ditolak ”Tak ada Lowongan” kata sekuriti dengan pasti. Tak menyerah, tak mengaku kalah, Haris terus berusaha tanpa lelah. Tiba dia di Thamrin tempat mimpi menjadi mungkin. Tiap bangunan tinggi Ia masuki, tapi yang didapat hanya janji-janji. ”Iya, nanti saya sampaikan kepada HRD. Sekarang bapak pulang saja dulu, tunggu kabar dari kami.” kata sekuriti umbar janji. Langkah sudah goyah Haris terpaksa pulang karena kaki sudah payah. Hari juga sudah sore saat ia selesai makan janji-janji dari sekuriti.

Besok gue hajar kuningan disana mungkin gue wujudkan impian, tekad Haris di hatinya.

****

Selepas Shalat Shubuh, seperti biasa Haris ngopi di serambi. Ayahnya Haji Usin langsung ikut menemani. ”Ris, babe tau elo mau jadi kayak orang kebanyakan. Orang nyang diatur sama waktu. Jujur Ris, babe sama nyak lo nih pada dasarnya ngedukung ape aja yang lo lakuin. Asalkan ntu masih dalam ranah igame.” kata Haji Usin memulai pembicaraan. ”Gini Ris, kalo bisa sih…lo pikirin dulu dari hati lo nyang terdalem. Ape maksud sama tujuan lo nyari kerja. Kalo emangan lo pengen maju, babe jauh lebih seneng. Tapian kalo lo cuman pengen sama si Janice… Jujur babe kurang sreg. Mendingan lu jadi kayak babe, tukang bikin Bir Pletok.” lanjut Haji Usin sambil menghisap rokok kreteknya.

”Gini Beh, Haris tuh pengen jadi orang. Selain pengen sama Janice, Haris juga pengen pake dasi naikin gengsi. Haris dah pikir masak-masak kalopun gak dapat Janice, Haris tetep mau kerja kantoran. Kan sayang Beh, ijazah sarjana cuman jadi tukang Bir Pletok.” kata Haris pasti.

” Ya ude deh, Babe dukung semua yang lo lakuin. Tapi jangan lu anggep remeh Bir Pletok! Gara-gara Bir Pletok lo bisa dapat gelar sarjana.” Lanjut Haji Usin sedikit tersinggung. ”Iye Beh, Haris paham” sanggah Haris. Begitulah saban pagi Haji Usin selalu mengingatkan Haris mengenai jasa Bir Pletok dan bagaimana budaya Betawi itu sudah menyatu dengan darah dagingnya.

***

Matahari sudah nonggol saat Haris meminyaki rambutnya. Setelan lengkap bak karyawan kantoran menempel ditubuhnya yang sedikit ceking sedikit gemuk dan sedikit berambut. Kuningan here i come, tekadnya dalam hati. Selesai berdandan Haris langsung berpamitan dengan kedua orang tuanya, tidak lupa ia mencium tangan dan memohon doa restu.

”Ris, sebelum lu berangkat Mak mau ngasih bekel dulu nih. Siapa tau lo aus dijalanan.” Kata Mpok Maryam sembari menyodorkan botolan kecil Bir Pletok.

”Alah Mak, kagak usah deh. Biar nanti Haris beli aje minuman mineral di jalan.” Bantah Haris yang enggan membawa Bir Pletok yang berwarna merah itu.

”Ris, tulung dah. Lu bisa kan nyenengin Mak ama Babe lu. Timpangan bawa doang kagak suseh. Lagian tuh tas lu juga isinya cuman map ama handuk kumel doang.” Sanggah Haji Usin. ”Iye dah, mariin biar Haris masupin tas aje.” kata Haris sambil memasukan Bir Pletok tersebut kedalam tasnya.

Berangkatlah Haris menuju Kuningan daerah terakhir yang menjanjikan impian. Setelah beberapa kali naik turun angkot akhirnya dia tiba juga di daerah tersebut. Sejenak Haris terdiam entah karena lelah atau karena takjub melihat mobil-mobil keluaran terbaru lalu lalang di sela-sela gedung-gedung nan megah. Haris mengumpulkan keberaniannya, dia berjalan layaknya orang kantoran kebanyakan yang juga ikut lalu lalang di sana. Tak ada yang mencurigainya sebagai seorang pengacara (pengangguran tanpa acara). Kemeja tangan panjang dan celana bahan memang menjadi kostum seragam walau beda warna beda merk dan beda belinya dimana.

***

Lebih dari 4 gedung 10 kantor ia masuki, tapi tetap belum ketemu jawaban pasti. Hatinya jadi bertanya-tanya apakah memang nasibnya hanya menjadi pembuat dan penjual Bir Pletok seperti ayahnya. Sambil duduk di Kantin salah satu gedung megah ia tertegun meratapi nasibnya yang jauh dari harapan. Udara yang panas menambah tinggi emosi yang berkobar di dadanya. Sesekali ia menelan ludah melihat es doger atau cendol yang dijajakan penjual disana. Ingin sekali rasanya ia menukar uang lima ribu rupiah yang ada di kantongnya, tapi jika itu terjadi alamat ia akan pulang jalan kaki. Haris teringat bekal yang dibawanya atas dasar paksaan tadi pagi. Sebotol minuman Bir Pletok. Ia buka tas hitamnya dan diambilah sebotol minuman tersebut. Sedikit ragu ia untuk membuka, karena udara panas dan Bir Pletok berguna untuk menghangatkan badan.

Setelah menimbang-nimbang cukup lama, akhirnya Haris memutuskan untuk menukarkan minuman itu dengan sebotol minuman teh. Untung bagi Haris karena, si penjual minuman bersedia untuk menukarnya. Setelah menikmati minuman teh dingin tersebut Haris berniat pulang. Harapannya untuk kerja kantoran pupus sudah. Sambil berjalan pelan ia berbisik dihatinya Ya Tuhan, kenapa nasib gue begini banget yak.

Ujug ujug gue bakal nerusin usaha babe gue…Kalo begini mana mau si Janice yang manis sama gue…berabe dah!

***

Sudah tiga hari yang lalu saat Haris melakukan petualangan terakhirnya mencari kerja menjadi buruh waktu. Cita-citanya menjadi orang kantoran dan meraih cinta Janice asal Ciamis pupus sudah. Janice sudah jadi istri seorang bule dai Inggris dan kerja kantoran hanya mimpi yang tragis. Dibawah pohon jambu diatas bale bambu Haris termangu meratapi nasib yang kelabu. Ia lihat Mak-nya, baru pulang sehabis menjadi buruh cuci. Ia rubah pandang menatap bapaknya yang sedang asik meracik. Ia sendiri bingung mau apa, daritadi yang bisa dilakukannya hanyalah melamun dan merenung.

Berkali-kali Haris mengotakatik HP nya, dulu Hpnya dia sering sekali berbunyi. Banyak pesanan Bir Pletok yang didapat melalui nomer HP haris. Maklum hanya nomer HP itulah yang tercantum di label Bir Pletok Haji Usin. Selain berbunyi karena pesanan, HP buatan Swedia itu juga sering berbunyi dulu oleh Rosa dan terakhir ini oleh Janice. Tapi sekarang seperti ganjalan pintu yang tidak bisa berbunyi. Waktu terus berlalu, Haris pun semakin terbuai kedunia lamunan yang syahdu. Sampai tiba-tiba semua lamunannya buyar oleh bunyi suara HP yang nyaring. Sebelum diangkat Ia pandangi sesaat layar Hpnya, nomer yang asik tertampakan dilayar tersebut.

”Salamlekum, Selamat Sore. Mau bicara sama siapa ya?” Kata Haris mengangkat telepon. ”Selamat Sore, ini benar dengan Haji Husin?” balas suara berat berlogat bule.

”Iye bener, ini anaknya. Ada keperluan apa ya? Haji Usinnya lagi sibuk tuh.” Jawab Haris takut yang diajaknya bicara adalah rentenir atau tukang kredit yang menyamar.

”Oh baiklah kenalkan, nama saya Vlad. Saya berasal dari Rusia.” balas suara tersebut. ”Oh, saya Haris. Ada keperluan apa ya Mr. Vlad ?”. tanya Haris.

Lalu Vlad menjelaskan maksud dan tujuannya adalah ingin menjalin kerjasama bisnis Bir Pletok. Vlad menjelaskan bahwa Bir Pletok akan sangat laku di Rusia, karena mampu menghangatkan tubuh tetapi tidak membuat mabuk.


***

Haris kembali termenung di bawah pohon jambu di atas bale bambu yang dulu. Matanya menangkap gambaran Mak-nya yang baru pulang setelah menjadi buruh cuci, ia palingkan tatapannya tertangkap gambaran Babe-nya yang sedang asik meracik. Perlahan air mata membasahi pipi Haris. Terbayang beberapa tahun yang lalu saat ia bersikeras menolak bekal ibunya untuk pergi ke Kuningan. Betapa hatinya mangkel saat ia terpaksa memasukkan botol Bir Pletok ke dalam tasnya. Sekarang sangat rindu hatinya akan kehadiran mereka yang sudah lama pergi menuju Illahi.

Seorang wanita cantik datang mencoba menenangkan Haris yang terlihat semakin larut dalam sedih. Wanita itu mengenggam tangan Haris erat. ”Aisah, disini rumah abang yang dulu.” Lirih Haris kepada wanita bernama Aisah itu. 

”Iya bang, tapi abang jangan sedih dong. Nanti Aisah ikut sedih.” Kata Aisah berusaha menenangkan.

”Aisah istriku yang solehah, ruang rindu dan penyejuk kalbuku. Abang sedih tidak bisa lebih lama menyenangkan kedua orang tua abang.” lanjut Haris.

”Iya Bang, tapi Mak ama Babe udah di tempat nyang lebih baik bang. Mereka juga pasti bangga sekarang Bir Pletok Haji Usin udah cukup punya nama di Rusia.” Kata Aisah lembut.


Beberapa saat lamanya Haris dan Aisah berjalan mengitari daerah rumah Haris yang dulu. Sampai akhirnya mereka kembali ke rumah mereka di daerah Pondok Indah. Di rumah itulah sekarang Haris menjalankan bisnis Bir Pletok yang sudah disuplai secara tetap di Rusia.

Selesai. . .


sumber http://cerpenbetawi.wordpress.com/2011/03/24/bir-pletok/ 

0 komentar:

Post a Comment